24 February, 2011

The Judgement Day


“Don’t hold your grudge, it will consume you”..
“Memaafkan itu jauh lebih baik..”
“Tidak ada untungnya marah sama orang..”

Begitulah tema nasehat yang sering saya dengar 2 tahun terakhir ini. You know all the story, it’s not pretty.

Before you create your perception about me, let me make myself clear: holding grudge is not my hobby :)


Tapi bahwa saya suka fatalistik kalau tidak suka sama orang…yes, I’m guilty :D
Contohnya, saya pernah tiba-tiba mual di sebuah mal saat melihat salah satu orang terkenal yang saya tidak suka lahir batin karena perilakunya. Saat itu badan saya rasanya panas, perut mual, dan segala bentuk biofeedback lah kira-kira. Saya juga pernah memilih melipir pergi daripada ketemu orang yang pernah menzalimi saya. “Daripada saya menunjukkan muka cemberut skala 9 (skala 1-10)”, begitu kira-kira rasionalisasinya.

Ada satu hal yang (agak) mengubah saya. Bukan…bukan untuk menjadi menyukai mereka..tapi saya sekarang lebih mikir kalau mau benci lahir batin sama seseorang.

Begini ceritanya:
Keluarga saya saat ini sedang punya proyek keluarga kecil-kecilan. Tidak usah diceritain, lah, proyeknya apa. Nah…dalam sebuah percakapan omsisi (omongan sia-sia, maksudnya ngobrol ngalor ngidul – red) salah satu dari kami tiba-tiba bilang, “ …nanti kan kita ketemu lagi di Padang Mahsyar”, yang mana diamini oleh semua yang mendengar.

Ok. Pada saat itu saya tidak terpikir apapun. Tapi selang berhari-hari kemudian, saya teringat dengan peristiwa itu. Logika bodoh saya berkata, “wah…pasti senang ya bisa berkumpul dengan seluruh keluarga tercinta saat sang Khalik mengumpulkan makhlukNya”. Walaupun belum pasti tepat bayangan saya, tapi saya bisa mengkhayalkan gambaran perasaan bahagianya berkumpul dengan keluarga, seperti yang sudah dijanjikanNya di Al-quran.

Dengan pemahaman agama yang belum ada seujung kuku, logika bodoh ini berkata lagi:
“Tunggu dulu! Apa yang akan terjadi di sana bukannya berarti kamu bisa enak-enakan kumpul sambil minum kopi. Di sana Sang Maha Adil juga akan memfinalisasi segala unfinished business kamu dengan siapapun. Tidak ada yang akan ketinggalan untuk ditentukan hukum berdasarkan keadilanNya. Itu berarti, bukan tidak mungkin, salah atau benar, kamu akan berhadapan (lagi) dengan orang-orang yang pernah kamu sakiti atau menyakiti kamu. Kamu benci atau membenci kamu”.

Hmm.. saya tidak akan bisa kirim request lewat sms kepada Sang Adil untuk diskip saja sesi pengadilan sama orang-orang tertentu itu ya...?

*tepok jidat*

“Jadi, apakah saya mau untuk ketemu lagi dengan pihak-pihak tersebut?”

Saya menggeleng.

Saya tidak mau bertemu dengan orang-orang yang saya benci apalagi pernah menyakiti saya. Dan lebih-lebih saya berdoa bahwa saya tidak akan pernah diadili karena saya pernah zalim pada pihak lain (amiin, ya Allah…)

So…?

Nasehat bahwa Allah akan mengubah nasib hambaNya kalau hambaNya mau mengubah nasib mungkin bisa diimplementasi di sini. Kalau saya tidak mau mengalami hal di atas, saya punya pilihan untuk:
  • Berusaha dengan kuat untuk tidak zalim pada orang lain
  • Memutus urusan dan tidak menyimpan unfinished business (baca: dendam, amarah, uneg-uneg, dll).

Or else, selamat deg-degan atau bete.

Mungkin, kalau saya marah, saya coba bilang dalam hati: “I don’t want to see you at padang Mahsyar”

Mudah-mudahan bisa. Amin…

Disclaimer: pengetahuan saya tentang agama sangatlah cetek. Saya mohon ampun pada Allah SWT kalau pemahaman ini tidak tepat. Allah itu baik, saya yakin kalau pemahaman ini salah, Dia akan mengingatkan saya terhadap yang benar. Amiin..YRA..

A place called Adulthood

Menjadi dewasa ternyata butuh effort yang menggila... butuh EKSTRA kesabaran, butuh EKSTRA pertimbangan....semuanya serba EKSTRA. No more impulsiveness!

Adulthood, ketika kita belum memasukinya, sepertinya tempat ini adalah sebuah tempat penuh hiasan indah, eksklusif, dengan berbagai fasilitasnya, dan hanya boleh dimasuki oleh orang2 tertentu. Dulu kita begitu semangat dan ingin sekali bisa dianggap layak untuk masuk ke tempat ini. Ibarat anak ABG yang pengen diaku dewasa untuk masuk diskotek oleh Bouncer berbadan tegap dan muka seram.

Nyatanya, menjadi dewasa tidak seistimewa yang dibayangkan. Hidup jauh lebih tenang dan menyenangkan ketika kita belum memasuki 'area' ini.

Tapi, meminjam judul sebuah email, kesempurnaan tidak akan mengajarkan kita apa2.