21 February, 2013

Inspirasi 360 derajat

(catatan Kelas Inspirasi 2, 20 February 2013 – SDN Ancol 03 Pagi, Jakarta)


…..
Datangi mereka dengan hati dan sepenuh hati. Izinkan mereka terpana, ajak mereka bermimpi, lepaskan imajinasi itu melangit, biarkan mata mereka berbinar melihat Anda dan mendengar cerita Anda.
 
Ya, secara fisik Anda cuma beberapa jam di sekolah itu, tetapi inspirasi yang Anda tanamkan bisa hidup amat lama, bisa tumbuh amat kuat. Anda datang dengan hati, dan merekapun akan menerima Anda dengan hati. Kehadiran dengan hati itu sungguh dahsyat efeknya. Anda bisa menginspirasi mereka, yang efeknya amat panjang. Biarkan cerita Anda, wajah Anda, ketulusan Anda dan semangat Anda jadi bagian dari narasi mimpi mereka.
…..
 
Itu adalah penggalan dari surat yang dikirimkan Bpk Anies Baswedan kepada kami, para professional yang berpartisipasi di Kelas Inspirasi, 1 hari sebelum Hari Inspirasi tiba. Penggalan surat, yang sukses membuat saya mewek di depan komputer. Dan penggalan surat ini juga yang saya jadikan bekal.
 
Datangi dengan hati, dan sepenuh hati. This sentence got me.
 
Pengalaman Kelas Inspirasi terlalu berharga untuk didiamkan tanpa diceritakan (dan saya yakin ini juga dirasakan oleh partisipan lain). Terlalu banyak pelajaran dan inspirasi yang saya dapat bahkan sejak saya bertemu pertama kali dengan teman-teman sekelompok saya saat briefing tanggal 9 February, saat kami bersama-sama survey sekolah dan ngobrol dengan para guru tanggal 16 February, dan lebih-lebih saat kami terjun turun tangan mengajar, bercerita tentang profesi kami.
 
Saat briefing, saya pertama kali mengenal 12 teman baru yang memiliki profesi dan latar belakang beragam. Trainer, Geologist, Engineer, Travel Writer, Corporate Finance, Account Manager, Production Planner, Statistician, Entrepreneur, Dokter, dan lain-lain. Itu saja sudah member pencerahan buat saya, yang selama 12 tahun lebih sudah berenang sebagai praktisi sumber daya manusia.
 
Saya teringat betapa saya tidak bisa melepaskan pandangan dari video tentang Kelas Inspirasi, melihat betapa optimisnya anak-anak dengan lantang menceritakan cita-cita mereka. Masih ingat rasanya saya menahan haru dengan sengaja mencubit diri sendiri saat saya dan lebih dari 500 relawan dan panitia lain menyanyikan Indonesia Raya bersama. Saya malu kalau ketahuan cengengnya karena menangis saat menyanyikan lagu ini. Saat bertemu dengan ibu Titin, perwakilan kelapa sekolah SDN Ancol 03 pagi, saya sudah mulai malu karena mendengar cerita betapa para guru sudah mengabdikan dirinya untuk anak bangsa, sementara saya pagi harinya complain karena pelayanan konsumen yang buruk saat makan siang 
 
Berdua belas, kami survey ke sekolah untuk mendapatkan gambaran tentang suasana sekolah dan lingkungan sekitar. Tidak lebih dari 2 jam kami di sana. Pada saat survey pun saya lebih banyak ngobrol dengan para guru. Mendengar cerita mereka yang dengan penuh sayang menggambarkan tingkah anak-anak sekolah dan kehidupan mereka. Terhenyak saya mendengar betapa anak-anak ini tumbuh di lingkungan yang secara kasat mata tidak kondusif untuk tumbuh dengan gembira. Menurut salah satu guru, anak-anak sudah terbiasa melihat berbagai tindak kriminal. You name it.
 
Anak-anak juga punya pemahaman bahwa kehidupan mereka akan sama terus, sesuai dengan lingkungan mereka. Menjadi Masinis Kereta Api adalah cita-cita paling ambisius mereka, mengingat mereka tinggal berdekatan dengan stasiun Kota.
 
Ironisnya, dengan lingkungan seperti itu, mereka sangat fasih dengan teknologi. Internet, gadget, adalah hal biasa yang menjadi fokus mereka sepulang sekolah, selain main bola, main karet, dan mengojek payung saat hujan tiba. Saya terbayang, bagaimana efek akses informasi yang luas melalui internet, di tengah lingkungan seperti itu. Saya tidak bisa terhindar dari membentuk suatu asumsi dan hipotesa bahwa saya akan bertemu dengan anak-anak yang sulit, nakal, dan lain-lain. Hal yang terbukti salah saat saya berinteraksi dengan mereka saat Hari Inspirasi.
 
Saya punya waktu 3 hari sejak survey untuk membuat rencana dan strategi pengajaran. Terbiasa dalam lingkungan kerja yang serba cepat tapi kurang berlatih mencicil pekerjaan, saya terbentuk menjadi orang yang pressure-prompted. Akan lancar membuat sesuatu saat sudah di saat terakhir. Alhasil, saya baru intensif membuat saat hari Selasa, tepat 1 hari sebelum Hari Inspirasi. Berbekal 2 hand puppet yang saya beli bertahun lalu di Taman Safari, saya membuat sebuah rencana pengajaran yang…sangat apa adanya. Gak ada keren-kerennya. Pada akhirnya saya berprinsip, “sudahlah, rock and roll saja di sana”
 
Itu sebelum saya membaca surat dari mas Anies. Begitu selesai membaca (12 jam sebelum Hari Inspirasi), rasa panik langsung memenuhi kepala saya. Beruntung saya punya teman-teman yang sangat suportif dan memberikan masukan tentang apa yang bisa saya lakukan.

Hari Inspirasi
 
Saya sudah bangun sejak jam 3.30 pagi. Bersiap-siap bukan hanya karena excited, tapi juga karena saya tidak bisa tidur nyenyak. Ketika saya pada akhirnya berangkat tepat pukul 5 pagi menuju lokasi, saya selalu mengingat kata-kata di surat dari mas Anies di atas, juga bahwa saya berpegang pada niat baik dan usaha kecil saya yang tidak seberapa itu. Bismillaahirrahmaanirrahiim…
 
Saya mengajar di 5 kelas: kelas 5, kelas 1, kelas 4, kelas 3 dan kelas 6. Berikut pengalaman saya di tiap kelas.
 
Kelas 5
Kelas yang tidak terlalu besar, dimana beberapa orang di antaranya ternyata harus mengikuti lomba science di SD lain. Sebagai kelas pertama, saya pikir saya akan paling “on fire”. Ternyata, di kelas ini justru saya paling payah. Dari 30 menit waktu yang dialokasikan, saya selesai bercerita di…menit ke 7! Itu sudah termasuk nyanyi-nyanyi, tepuk-tepuk tanga, ice breaking, dan sebagainya. Makin ciut karena saat ditawarkan untuk bertanya tidak ada satupun anak yang mengangkat tangannya. Yak..”awkward moment ini dipersembahkan oleh…” langsung terjadi. Saya tidak punya bahan lain untuk diceritakan. Saya tidak punya lelucon untuk disampaikan. Saya tidak punya permainan untuk dilakukan. Mau main hand puppet? Ini anak kelas 5! Mana mereka peduli dengan hand puppet bulu2?? Akhirnya, gak ada pilihan lain:

Saya: Yuk, sekarang ambil kertas dan alat tulis
Anak: Mau ngapain bu kita?
Saya: Sekarang kalian gambar. Gambarkan cita-cita kalian nanti (ya. Saya tahu. Ini standar banget. Ya gimana donk, udah habis ide)

Mereka menggambar. Selama 10 menit saya beredar di kelas melayani teriakan anak-anak “ibu saya mau jadi dokter, gambarnya mesti gimana?” atau “ibu, kalau saya mau jadi pemain bola, berarti gambar gawang ya?” yang lebih edan lagi ada yang begini “ibu, saya mau jadi tentara, tapi cuma bisa gambar helmnya aja. Ibu gambarin orangnya ya” (lah, saya saja gak bisa gambar. Bisa makin tidak terinspirasi kalau saya ikut menggambar :) )
 
30 menit selesai tanpa huru hara lebih lanjut setelah saya berhasil melewatinya dengan meminta mereka menceritakan gambarnya.
 
Kelas 1
Hohoho…jangan pikir bahwa kelas 1 ini paling gampang karena paling kecil. Di sini saya melihat bisa saja ada anak tahu-tahu menangis karena tidak diajak ikut bekerja di kelompok. Atau karena…topinya diambil. Tahu-tahu ada 2 anak yang dorong-dorongan. Phew…kerja keras ini.

Strategi saya ubah. Lupakan teaching plan. Lupakan teori. Yang penting bagaimana bisa buat mereka duduk tenang dan memperhatikan saya. Hand puppets become the hero! 
 
Koko (boneka koala) dan Caca (boneka Macan Putih, yang mana begitu saya menyebut nama Caca, anak-anak langsung gempar menyanyikan lagu Caca Marica hei Hei itu! hahahaha) menjadi perantara saya mengambil hati mereka. Saya loncat, saya bersuara seperti pendongeng (yang kalau dipikir, kok bisa ya suara saya seperti itu) untuk memberikan pesan-pesan semangat buat mereka.

To cut the long story short: I had a blast with this class!! Yeay!
 
Kelas 4
Kelas yang paling manis yang saya masuki. Mereka responsive, semangat, dan…they were just lovely! Saya ingat salah satu anak bercerita dengan lantang bahwa dia ingin menjadi seorang Designer. Dia sudah tahu bahwa dia akan beli bahan di tanah abang, lalu beli pita, mesin jahit, lalu bikin banyak pameran dan show karena mau terkenal. Saya tidak tahan untuk peluk dia dan bilang: Kamu bisa wujudkan itu!!
 
Kelas 3
Kelas ini…well, tidak ada hal lain yang bisa saya gambarkan selain…saya terintimdasi! Hahahaha. Kelas ini sangat aktif tapi di sisi lain seperti mau menilai kita. Dengan cueknya mereka membaca majalah saat saya bicara di depan, sehingga pelan2 saya minta untuk majalah disimpan dulu. Cuma nyengir, dia menutup majalahnya (phew!)

Walaupun merasa terintimasi, justru di kelas ini saya paling ingat saat ada salah 1 anak yang lagi2 dengan mantap bilang bahwa kalau sudah besar dia mau jadi direktur. Saat saya Tanya kenapa dia mau jadi direktur, dia bilang: supaya bisa pergi naik haji sama ayah – ibu. Duh…kalau tidak ingat bahwa saya harus stabil secara emosi, bisa-bisa saya mewek juga di situ :”))

Ada lagi anak yang duduk paling belakang, dia dari awal sudah menunjukkan sikap “gue gak takut sama lo walaupun lo guru”. Saya ajak dia maju, dan saya tanya apa cita-citanya. Dia bilang mau jadi pemain bulu tangkis dan koki (sebelumnya saya juga dengar dia bilang ke temannya, bahwa dia mau jadi koki). Alasannya? “Mau seperti ayah-ibu! Ayah pemain bulu tangkis, ibu saya koki. Masakannya enak”. Duh naaaak….halus hatinya kamu :")
 
Kelas 6
Sebagai kelas nyaris ABG, hand puppet sudah jelas masuk kotak. Akhirnya strategi saya ubah. Saya lakukan bermain peran dan meminta mereka menuliskan cita-cita mereka di kartu yang sudah kami sediakan.
 
Di sesi terakhir, anak-anak mengangkat tinggi-tinggi kartu cita-cita mereka, yang kami harapkan bisa sebagai bekal awal mereka.
 
Hari ini, sehari setelah Hari inspirasi, saya berpikir bahwa sayalah yang terinspirasi. Terinspirasi dari semangat anak-anak dan keberanian para guru berbuat langsung bagi para muridnya. Buat saya, para guru inilah para Superhero yang sebenarnya. Saya? Gak ada apa-apanya dibanding mereka. Saya terinspirasi dari teman-teman sekelompok saya, dari mas Anies, dan Arum, sang Fasilitator handal untuk kelompok saya. Kepala saya mengepul karena overloaded. Dada saya sesak karena terlalu sering terperangah menyaksikan mereka.

Saya terinspirasi dari segala arah.

Dari 360 derajat.
 
 
Ps. Berikut adalah sebagian dari banyak komentar lucu yang sempat terekam, baik oleh saya maupun oleh teman-teman sekelompok saya. Pasti akan jadi mood booster saya sekarang sampai nanti 
  • (berpakaian overall merah, seragam engineer sebuah perusahaan minyak): Ayo, tebak profesi Bapak / Pemadam kebakaran pak! / Tukang bengkel pak! / Tukang sapu!
  • (serombongan anak2 memenuhi depan pintu ruang guru): Pak Andikaaa…sini donk, minta tanda tangan (Andika sang Engineer menjadi idola sehari)
  • (Masih Engineer yang sama): Bapak sekolahnya di ITB / Aduh, dimana itu? Gak tau ITB, taunya ITC --> ini salah satu favorit saya
  • Pak, kalo lagi tugas di laut, suka kangen mama ngak? (tanya anak kepada Engineer yang sama):
  • (Dokter): saya dulu lahir di Papua / Wah, dulu Ibu item donk, kok sekarang bisa putih
  • (tulisan di kartu cita-cita): Saya mau jadi Angkot Manager / Beneran angkot Manager?? / Iya buu…kayak bu Vanya../ Ooooh…bu Vanya itu Account Manager
  • (di kelas saya): Kalau Kipper harus jago apa? / Jago jaga gawang bu! / Bener / Tapi gawang sendiri ya bu, jangan gawang orang lain (lalu nyengir) 

24 February, 2011

The Judgement Day


“Don’t hold your grudge, it will consume you”..
“Memaafkan itu jauh lebih baik..”
“Tidak ada untungnya marah sama orang..”

Begitulah tema nasehat yang sering saya dengar 2 tahun terakhir ini. You know all the story, it’s not pretty.

Before you create your perception about me, let me make myself clear: holding grudge is not my hobby :)


Tapi bahwa saya suka fatalistik kalau tidak suka sama orang…yes, I’m guilty :D
Contohnya, saya pernah tiba-tiba mual di sebuah mal saat melihat salah satu orang terkenal yang saya tidak suka lahir batin karena perilakunya. Saat itu badan saya rasanya panas, perut mual, dan segala bentuk biofeedback lah kira-kira. Saya juga pernah memilih melipir pergi daripada ketemu orang yang pernah menzalimi saya. “Daripada saya menunjukkan muka cemberut skala 9 (skala 1-10)”, begitu kira-kira rasionalisasinya.

Ada satu hal yang (agak) mengubah saya. Bukan…bukan untuk menjadi menyukai mereka..tapi saya sekarang lebih mikir kalau mau benci lahir batin sama seseorang.

Begini ceritanya:
Keluarga saya saat ini sedang punya proyek keluarga kecil-kecilan. Tidak usah diceritain, lah, proyeknya apa. Nah…dalam sebuah percakapan omsisi (omongan sia-sia, maksudnya ngobrol ngalor ngidul – red) salah satu dari kami tiba-tiba bilang, “ …nanti kan kita ketemu lagi di Padang Mahsyar”, yang mana diamini oleh semua yang mendengar.

Ok. Pada saat itu saya tidak terpikir apapun. Tapi selang berhari-hari kemudian, saya teringat dengan peristiwa itu. Logika bodoh saya berkata, “wah…pasti senang ya bisa berkumpul dengan seluruh keluarga tercinta saat sang Khalik mengumpulkan makhlukNya”. Walaupun belum pasti tepat bayangan saya, tapi saya bisa mengkhayalkan gambaran perasaan bahagianya berkumpul dengan keluarga, seperti yang sudah dijanjikanNya di Al-quran.

Dengan pemahaman agama yang belum ada seujung kuku, logika bodoh ini berkata lagi:
“Tunggu dulu! Apa yang akan terjadi di sana bukannya berarti kamu bisa enak-enakan kumpul sambil minum kopi. Di sana Sang Maha Adil juga akan memfinalisasi segala unfinished business kamu dengan siapapun. Tidak ada yang akan ketinggalan untuk ditentukan hukum berdasarkan keadilanNya. Itu berarti, bukan tidak mungkin, salah atau benar, kamu akan berhadapan (lagi) dengan orang-orang yang pernah kamu sakiti atau menyakiti kamu. Kamu benci atau membenci kamu”.

Hmm.. saya tidak akan bisa kirim request lewat sms kepada Sang Adil untuk diskip saja sesi pengadilan sama orang-orang tertentu itu ya...?

*tepok jidat*

“Jadi, apakah saya mau untuk ketemu lagi dengan pihak-pihak tersebut?”

Saya menggeleng.

Saya tidak mau bertemu dengan orang-orang yang saya benci apalagi pernah menyakiti saya. Dan lebih-lebih saya berdoa bahwa saya tidak akan pernah diadili karena saya pernah zalim pada pihak lain (amiin, ya Allah…)

So…?

Nasehat bahwa Allah akan mengubah nasib hambaNya kalau hambaNya mau mengubah nasib mungkin bisa diimplementasi di sini. Kalau saya tidak mau mengalami hal di atas, saya punya pilihan untuk:
  • Berusaha dengan kuat untuk tidak zalim pada orang lain
  • Memutus urusan dan tidak menyimpan unfinished business (baca: dendam, amarah, uneg-uneg, dll).

Or else, selamat deg-degan atau bete.

Mungkin, kalau saya marah, saya coba bilang dalam hati: “I don’t want to see you at padang Mahsyar”

Mudah-mudahan bisa. Amin…

Disclaimer: pengetahuan saya tentang agama sangatlah cetek. Saya mohon ampun pada Allah SWT kalau pemahaman ini tidak tepat. Allah itu baik, saya yakin kalau pemahaman ini salah, Dia akan mengingatkan saya terhadap yang benar. Amiin..YRA..

A place called Adulthood

Menjadi dewasa ternyata butuh effort yang menggila... butuh EKSTRA kesabaran, butuh EKSTRA pertimbangan....semuanya serba EKSTRA. No more impulsiveness!

Adulthood, ketika kita belum memasukinya, sepertinya tempat ini adalah sebuah tempat penuh hiasan indah, eksklusif, dengan berbagai fasilitasnya, dan hanya boleh dimasuki oleh orang2 tertentu. Dulu kita begitu semangat dan ingin sekali bisa dianggap layak untuk masuk ke tempat ini. Ibarat anak ABG yang pengen diaku dewasa untuk masuk diskotek oleh Bouncer berbadan tegap dan muka seram.

Nyatanya, menjadi dewasa tidak seistimewa yang dibayangkan. Hidup jauh lebih tenang dan menyenangkan ketika kita belum memasuki 'area' ini.

Tapi, meminjam judul sebuah email, kesempurnaan tidak akan mengajarkan kita apa2.

10 November, 2009

This Too Shall Pass

I achieved so much in life
But I’m an amateur in love
My bank account is doing just fine
But my emotions are bankrupt

My body is nice and strong
But my heart is in a million pieces
When the sun is shining so am I
But when the night falls so does my tears

Sometimes the beatings so loud in my heart
That I can barely tell our voices apart
Sometimes the fear is so loud in my head
That I can barely hear what God says

Then I hear a whisper that this too shall pass
I hear the angel’s whisper that this too shall pass
My ancestors whisper that this day one day will be the past
So I walk in faith that this too shall pass

The one that loved me the most
Turned around and hurt me the worse
I’m doing my best to move on
But the pain just keeps singing me songs

My head and my heart are at war
Cause love ain't happening the way I wanted
Feel like I’m about to break down
Can’t hear the light at the end of the tunnel

So I pray for healing in my heart
To be put back together what is torn apart
And I pray for quiet in my head
That I can hear clearly what God says

Then I hear the whisper that this too shall pass
I hear the Angels whisper that this too shall pass
My ancestors whisper that this day will one day be the past
So I walk in faith that this too shall pass

All of sudden I realize
That it only hurts worse to fight it
So I embrace my shadow
And hold on to the morning light

This Too Shall Pass....

I hear the angels whisper, that trouble don't have to last always
I hear the angels whisper, even the day after tomorrow will one day be yesterday.
I hear my angels whisper.
I hear my angels whisper.

This too shall pass.

- India Arie, 2006 -

04 November, 2008

Jogja (day 2)

Let's continue our journey...

24 October


As we arrived to Jogja on 3.30 am, we went directly to hotel, got pushed by the committee to some rooms for shower and rest (hehehe...it's very fun!!!).. had shower on 4 am in the morning, with warm water...hhh...what a nice life. While waiting the others had their turns, I crashed in the sofa on the corner...slept (or dead???) like a bear hybernating. IDL, my buddy AND my roommate during HK trip and Jogja felt necessary to shout a little to wake me up. hahahaha....

First trip: Keraton...we had our first photo session in here. hahaha...IT WAS FUN!!!










After Keraton and lunch, we went to the most awaited place to visit: Malioboro!! We're ready to spend our fortune!!! hehehehe...In Mirota, we, I in particular, practically made our selves broke :((
As I stepped out the store, the heat strucked me, and my 'nyai2' illness (a.k.a masuk angin) got worse. I immediately went back to the hotel, then tried to minimise the pain by having massage. It was nice, but the accumulation of stress and pain (let's face it, i'm not young as back then..I can't push myself that hard again) made my headache even worse. So.. I decided to go to my friend's room whose a medicine (pain killer, i supposed? hahaha)...
Romantic part 1: I was surrounded by nice people!!! really nice people!!! YYH, IDL and DS helped me got through my pain in my head. YYH provided me with the medicine, DS provided me with the 'orang pintar' medicine (the one which Agnes Monica stars the commercial :p), IDL made me a very delicious Wedang Jahe. huhuhu....i was overwhelmed :(( - after bombing my body with the those things, I fell asleep...zzzz.........
And suddenly i woke up and...FELT MUCH BETTER!!! Yeay!!!! Thanks, Gals!!!
Dinner...nothing special, I suppose - besides that the restaurant was located in KotaGede, in the same location as a silver jewelry store. I don't have to tell you the rest (about how I went around the store for almost 1 hour, almost missed the dinner, and ended up buying....ONLY A PAIR OF EARINGS???!!!). AAANYWAY......after dinner we came back to the hotel, decided to crashed in to bed early (for early morning noble plan - watching sunrise @ Borobudur temple - initiated by SS).
Day 2 is over. I'm tired. Let's continue...the soonest I got the mood to write :))


03 November, 2008

Merinding

Gw lagi antri di dokter. Lama...pasien banyak, dokter mulainya telat, gw dapet nomor belakangan. Jadilah gw nunggu...

Pemandangan depan gw saat ini membuat gw merinding....bukan merinding takut...gak jelas definisinya....tp yg jelas gw merinding...

Ada sepasang suami istri...mungkin sekitar umur 60-70an. Sang istri di kursi roda, make kerudung, kurus. Suami diiringi 2 anak (usia remaja - dewasa lah) dan 1 suster mendorong kursi roda, dan menemani nunggu dokter yg entah apakah sama dg dokter gw atau gak...

Sepertinya sang istri menderita suatu rasa sakit yang konsisten ada. Dengan usianya, dia berusaha menahan rasa sakit tp sesekali terdgr keluhan yg gak jelas darinya. Sesekali tampak dia tidak tahan dengan sakitnya shg keluhannya terdengar lebih keras dan hampir menangis.

Dan...

Yang dilakukan suaminya adalah diam, meletakkan tangan di bahu sang istri, showing his support. Dia tidak bisa menghilangkan rasa sakit itu, literally. Dia tidak bisa menyembuhkan, literally...tapi dia ada di sana... Providing this huge support. Without complaining....

That's what makes me having these goosebumps....
Powered by Telkomsel BlackBerry®

29 October, 2008

Jogja, 23-26 Oct 08 (day 1)

I love my weekend @ Jogja!!! It was fun, hillarious, slightly creative, slightly romantic (he???!!!)

Here's how the story goes....

23 Oct 08
- I started the day with some excessive adrenaline in my body. The excitement of the upcoming trip plus this big presentation I had to make in front of 150 managers and partners in the afternoon made me act like a loose canon. I couldn't concentrate on a single task!!! I kept looking at my cue cards, counting the hours...
- 10.00: time for presentation rehearsal. The person who coached me gave me very supporting feedback, valuable input. And still...I had this excessive hormone called Adrenaline. As usual, I acted instinctively to channel this energy and to release my excitement AND nervous feeling, by......JUMPING IN A PARTNER'S ROOM!!! Hahaha...it's was so funny seeing his face, wondering what the hell I was doing. "It's not an olympic", he said... :))
- after rehearsal, while I was still having ADHD syndrome, I had this short meeting with my career coaches. They saw this 'panic disorder' in my eyes, and kindly they supported me!! Hiks...they're sooo nice....
- Lunch time...couldn't swallow anything except fast food. Time is running out!!! It's 2 hours before the presentation!
- 2.00 pm: I was seated at table no. 13...tried to give full attention to the speeches and movies...took notes....and my heart started to beat faster...and faster....and faster...as the time to my and my friend's presentation was coming...
- coffee break: no way that we could chat around, enjoying the snacks! We went to the back of the screen, rehearsing. Suddenly I couldn't breath! I felt this urge to do what I had always done in my younger days (yeah right, I'm old..) before singing with the choir. Slowly, I walked to the back of the room, tried to find some space to do.....vocalizing!!!! Haahahahaha....I was going to do presentation, and I felt like it's a show!!! What a 'bantam' I was!!! :)) -- anyway, I couldn't do that, Person No. 1 called me, and (again, I was surrounded by nice people) took me to the stage, let me familiarizing with the tools, mike, the stage. He even arranged some introduction scenario!!! What a great guy.
- everyone came into the room. Person No. 1 introduced us, and let the show began....Alhamdulillah.... To cut the long story short, it went well.....
- To Gambir, using taxi with the other 4....
- let's go to jogja!!!! Enjoy the bumpy ride :))

*to be continued*

Powered by Telkomsel BlackBerry®